KEHAMILAN POSTTERM
BATASAN
Kehamilan postterm adalah kehamilan yang
berlangsung lebih atau sama dengan 42
minggu, atau lebih dari 294 hari, atau lebih dari atau sama dengan 14 hari dari
hari perkiraan persalinan. Batasan postdate dipergunakan untuk kehamilan
yang berlangsung lebih dari atau sama dengan 40 minggu, atau melebihi atau sama
dengan 280 hari dari hari perkiraan persalinan. Akan tetapi batasan postdate merupakan
batasan yang buruk dan sebaiknya tidak dipergunakan.
PATOFISIOLOGI
Kebanyakan penyebab
kehamilan postterm adalah kesalahan dalam menentukan usia kehamilan, oleh
karena kesalahan dalam mengingat kembali HPHT atau karena ovulasi yang mundur.
Faktor risiko yang berkaitan dengan postterm adalah:
a)
HPHT yang salah
b)
Riwayat kehamilan post term
c)
Nuliparitas
d)
Siklus haid yang panjang, lebih dari 28
hari, tanpa konfirmasi USG pada awal kehamilan
e)
Defisiensi sulfatase plasenta
f)
Janin anencephalus (jika tidak disertai
adanya hidramnion)
g)
Janin laki-laki
INSIDENSI
Kejadian kehamilan
postterm sekitar 7%. Menurut Divon dan Feldman-Leidner (2008) kejadiannya
berkisar antara 4 sampai 19%. Kejadian kehamilan postterm dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain: tingkat pendidikan masyarakat, frekuensi
persalinan preterm, frekuensi induksi persalinan, frekuensi bedah sesar
elektif, pemakaian ultrasonografi untuk menentukan usia kehamilan, batasan
kehamilan postterm itu sendiri (umur kehamilan 41 atau 42 minggu).
DIAGNOSIS
BANDING
Kesalahan dalam
menentukan usia kehamilan.
PENGELOLAAN
Konseling
prekonsepsi dan Pencegahan
Oleh karena adanya
kemungkinan berulangnya kehamilan postterm pada wanita dengan riwayat kehamilan
postterm sebelumnya, segala usaha harus dilakukan untuk mencegah kejadian
kehamilan postterm.
Ultrasonografi
(USG) rutin. Pemeriksaan USG rutin pada kehamilan
sebelum 20 minggu dapat mengurangi kejadian kehamilan postterm sekitar 32 – 39%
dan menurunkan induksi persalinan dengan indikasi postterm.
Stripping
of the membrane. Apabila dilakukan pada kehamilan
setelah 41 minggu, dan dilakukan setiap 48 jam, dapat menurunkan risiko
kehamilan postterm dari 41% menjadi 23%. Akan tetapi tindakan ini menyebabkan
ketidaknyamanan penderita, dan kadang disertai adanya komplikasi perdarahan dan
kontraksi yang irreguler, meskipun tidak berkaitan dengan terjadinya komplikasi
postterm.
Breast
and nipple stimulation. Perangsangan payudara dan puting
susu yang dilakukan mulai kehamilan 39 minggu belum ada data penelitian yang
cukup mendukung, akan tetapi nampaknya dapat menurunkan kejadian postterm
sekitar 48%.
Intervensi
antepartum
Secara umum dapat
diterima bahwa diperlukan intervensi antepartum apabila telah ditetapkan
diangnosis sebagai kehamilan postterm. Intervensi yang dilakukan dapat berupa induksi persalinan atau melakukan
serangkaian test pemantauan janin antepartum. Sampai saat ini kapan waktu
yang tepat untuk intervensi ataupun tipe intervensi itu sendiri masih belum ada
kesepakatan pendapat.
a) Antenatal fetal surveillance:
postterm merupakan indikasi yang umum untuk dilakukan monitoring janin periode
antenatal, meskipun manfaat tindakan ini belum diebaluasi dengan penelitian
random prospektif. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah: NST dengan
penilaian cairan amnion, biofisikal profile atau midifikasi BPP, oxytosin
challenge test, atau kombinasi dari metode tersebut.
b) Waktu persalinan:
Janin lebih baik dilahirkan apabila risiko yang dihadapi janin lebih besar bila
kehamilan tetap dilanjutkan dibanding risiko jika bayi dilahirkan. Faktor yang
harus dipertimbangkan sebelumnya adalah:
1. Hasil penilaian janin antepartum.
Segera lahirkan janin apabila didapatkan bukti adanya gangguan kesejahteraan
janin dan oligohidramnion. Oligohidramnion dapat disebabkan karena insufisiensi
fetoplasental dan dapat menyebabkan terjadinya kompresi tali pusat, dengan
akibat hipoksemia janin intermiten, keluarnya mekoneum, atau aspirasi mekoneum.
2. Kematangan dari serviks uteri.
3. Usia kehamilan.
Kebanyakan ahli saat ini melakukan induksi persalinan pada usia kehamilan
antara 41 – 42 minggu, dan kehamilan tidak akan dibiarkan berlangsung sampai 43
minggu.
4. Pilihan ibu hamil,
setelah mendiskusikan risiko, manfaat, dan alternatif pengelolaan ekspektatif
dengan pemantauan antepartum dibanding dengan induksi persalinan.
5. Ada tidaknya kontra indikasi untuk
induksi persalinan. (Indikasi dan kontra indikasi
persalinan dapat dilihat pada pembahasan induksi persalinan).
PENYULIT
Kehamilan postterm
berkaitan dengan risiko mortalitas dan morbiditas bagi ibu dan janin.
1)
Risiko
bagi JANIN:
a)
Mortalitas perinatal meningkat 2 kali
lipat setelah usia kehamilan > 42 minggu dibanding kehamilan aterm,
meningkat 4 kali lipat pada kehamilan 43 minggu, dan meningkat 5 – 7 kali lipat
pada kehamilan 44 minggu.
b)
Insufisiensi fetoplasental.
c)
Asfiksia (dengan atau tanpa mekoneum).
d)
Infeksi intrauterine.
e)
Janin makrosomia (dengan EFW > 4500
gram), yang dapat menyebabkan prolonged
labor, disproporsi sefalopelvik, distosia bahu.
f)
Fetal dysmaturity/postmaturity syndrome.
2)
Risiko
bagi IBU:
Meningkatnya kejadian distosia persalinan, perlukaan
perineum yang berat, kejadian bedah sesar, endometritis, perdarahan, dan
penyakit tromboembolik.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Moeloek
FA, Nuranna L, Wibowo N, Purbadi S. Standar pelayanan medik. Obstetri dan
Ginekologi. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Jakarta, 2002.
2. Cunningham
FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Postterm pregnancy. In:
Williams Obstetric. 23rd Ed. McGrawHill Medical, New York, 2010.
3. Berghella
V. Post term pregnancy. In: Berghella V. Obstetric evidence based guidelines.
Series in Maternal Fetal Medicine. Informa healthcare, UK, 2007.
4. Norwitz
ER. The management of postterm pregnancy. Departement of obstetrics,
gynecology, dan reproductive science, Yale-New Haven Hospital, New Haven, CT
06520.
0 komentar:
Posting Komentar
Beri komentar bijak Anda kepada kami...!!!