Kamis, 29 November 2012

PERDARAHAN POST PARTUM


PERDARAHAN POST PARTUM

BATASAN
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml (pada persalinan pervaginam) atau melebihi 1000 ml (pada persalinan dengan bedah sesar) yang terjadi setelah bayi lahir (Williams Obstetrics menggunakan batasan perdarahan yang terjadi setelah kala III lengkap). Perdarahan post partum dapat mulai terjadi sebelum maupun setelah terlepasnya plasenta. Disebut perdarahan post partum primer jika perdarahan post partum terjadi dalam 24 jam, jika terjadi setelah 24 jam tetapi sebelum 12 minggu post partum disebut perdarahan post partum sekunder.
Untuk kepentingan klinik, setiap kehilangan darah yang berpotensi menyebabkan instabilitas hemodinamik ibu harus dianggap sebagai perdarahan post partum.

PATOFISIOLOGI
Secara normal, setelah bayi lahir uterus akan mengecil secara mendadak dan akan berkontraksi untuk melahirkan plasenta, menghentikan perdarahan yang terjadi pada bekas insersi plasenta dengan menjepit pembuluh darah (disebut “living ligatures of the uterus”) pada tempat tersebut. Apabila mekanisme ini tidak terjadi atau terdapat sesuatu yang menghambat mekanisme ini (adanya sisa plasenta, adanya selaput plasenta yang tertinggal, adanya bekuan darah, dsb.) akan terjadi perdarahan akibat lumen pembuluh darah pada bekas insersi plasenta tidak tertutup atau tertutup tidak optimal. Perdarahan juga dpat terjadi akibat adanya robekan pada jalan lahir, dan gangguan pembekuan darah.

GEJALA KLINIS
Penyebab terjadinya perdarahan post partum, secara mudah adalah 4-T:
a)      Tonus        : atonia uteri, kandung kemih yang over distensi.
b)      Tissue        : retensi plasenta (sisa plasenta) dan bekuan darah.
c)      Trauma      : perlukaan pada vagina, serviks, atau uterus.
d)     Trombin    : gangguan pembekuan darah (bawaan atau didapat).

FAKTOR RISIKO
Faktor risiko untuk terjdinya perdarahan post partum adalah: kehamilan pertama kali, ibu gemuk, bayi besar, kehamilan kembar, persalinan lama atau persalinan dengan augmentasi, dan perdarahan antepartum. Paritas tinggi bukan faktor risiko yang kuat. Yang penting untuk diingat adalah: perdarahan post partum primer bahkan sering terjadi pada wanita risiko rendah, yang sering tidak diperkirakan.

PENGELOLAAN PERDARAHAN POST PARTUM PRIMER
a)      Mintalah bantuan apabila menghadapi kejadian ini (perlu pendekatan multidisipliner). Pasanglah infus dengan jarum besar (jika belum terpasang) untuk menjamin sirkulasi yang adekuat dan untuk memudahkan memasukkan obat-obatan, sebelum sirkulasi menjadi kolaps.
b)      Lakukan pijat uterus (masase uterus) sampai berkontraksi baik. Banyak bukti yang mendukung bahwa “masase uterus” dapat mencegah terjadinya perdarahan post partum akibat atonia uterus.
c)      Identifikasi adanya laserasi jalan lahir dan lakukan perbaikan. Tempatkan jahitan pertama kali setidaknya 1 cm di atas ujung luka. Lakukan pengamatan daerah yang akan dijahit dengan adekuat, jika perlu penjahitan dilakukan di kamar operasi.
d)     Lakukan eksplorasi rongga rahim untuk memastikan tidak adanya laserasi uterus dan menjamin tidak adanya sisa plasenta dan bekuan darah dalam rongga rahim.
e)      Ambilah contoh darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan jumlah trombosit, golongan darah, fibrinogen, produk-produk pemecahan fibrin, prothrombin time, dan partial prothrombin time.
f)       Berikan uterotonika:
1)      Oksitosin 20 – 80 UI dalam 1000 cc NaCl / RL secara drip. Pemberian 20 U oksitosin dalam 1000 ml NaCl / RL cukup efektif jika diberikan dengan secara drip dengan dosis 10 ml/ menit (20 mU oksitosin per menit) yang disertai dengan masase uterus yang efektif; dan atau
2)      Misoprostol 800 – 1000 ug (4 – 5 tablet) secara rektal. Misoprostol dapat diberikan sebagai alternatif pada persalinan pervaginam jika oksitosin tidak tersedia.
3)      Methil ergometrin 0,2 mg secara IM (jangan diberikan pada penderita darah tinggi) setiap 2 – 4 jam, dan atau
4)      Carboprost tromethamine (jika tersedia) 0,25 mg IM setiap 15 – 90 menit. Dosis maksimal 2 mg (jangan diberikan pada penderita asthma).
Pemberian misoprostol 800 ug secara rektal biasanya dipergunakan sebagai “obat lini pertama” untuk pengelolaan perdarahan post partum, oleh karena secara bermakna menurunkan risiko kemungkinan tetap adanya perdarahan setelah intervensi. Akan tetapi tidak ada cukup bukti untuk menunjukkan bahwa misoprostol lebih baik dibanding dengan kombinasi oksitosin dan ergometrin saja dalam pengelolaan perdarahan post partum.  Juga tidak cukup bukti untuk menentukan kombinasi obat terbaik, cara pemberian, dan dosis obat dalam pengelolaan perdarahan post partum.
g)      Pasang kateter menetap untuk memantau produksi urine.
h)      Jika dicurigai adanya retensi sisa plasenta, dapat dilakukan kuretase.
i)        Jika diperlukan dapat diberikan transfusi darah dan produk darah.
j)        Tetap monitor penderita, jangan ditinggalkan sendirian.

PENGELOLAAN PERDARAHAN POST PARTUM SEKUNDER
Sampai saat ini tidak ada informasi penelitian secara RCTs (randomised controlled trials) untuk pengelolaan perdarahan post partum sekunder.

PADA KASUS TIDAK RESPONSIF TERHADAP OXYTOCIN
Perdarahan yang masih tetap berlangsung setelah pemberian oksitosin berulangkali, mungkin disebabkan oleh adanya laserasi jalan lahir. Segera lakukan langkah-langkah yang berikut:
1)      Lakukan kompresi bimanual.
2)      Cari bantuan tenaga.
3)      Pasang infus jalur ke dua dengan jarum yang besar, sehingga drip oksitosin tetap dapat diberikan, dan dapat diberikan cairan lain/darah melalui infus yang ke dua. Oleh karenanya setiap pasien obstetri harus diketahui golongan darahnya sebelum persalinan. Pada kondisi sangat darurat, golongan darah “O” dengan golongan “Rhesus Negatif” dapat diberikan.
4)      Lakukan ekplorasi rongga rahim kembali untuk memastikan tidak adanya sisa plasenta, tidak adanya bekuan darah, dan laserasi uterus/robekan uterus.
5)      Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk memastikan tidak adanya robekan serviks dan vagina. Lakukan penjahitan secara benar jika ditemukan laserasi jalan lahir.
6)      Lakukan pemasangan kateter menetap untuk memantau produksi urine.
7)      Pada kasus yang tetap tidak memberikan respon terapi dengan langkah-langkah di atas, pertimbangkan untuk melakukan intervensi pembedahan. Tindakan yang dapat dilakukan: mengikat arteria uterina, mengikat arteria iliaka interna, melakukan kompresi uterus dengan tehnik B-Lynch, penggunaan tampon uterus atau dengan mempergunakan Foley kateter 24F yang kemudian diisi dengan 60 – 80 NaCl (pada penderita yang menginginkan  fertilitasnya dipertahankan). Tindakan tersebut dapat dikombinasikan sebelum memutuskan untuk melakukan histerektomi.

PENYULIT
Penyulit yang dapat terjadi pada perdarahan post partum adalah: syok hipovolemik, DIC, gagal ginjal, gagal hati, ARDS, dan kematian penderita.


DAFTAR PUSTAKA
1.      Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetrical hemmorrhage. In: Williams Obstetric. 23rd Ed. McGrawHill Medical, New York, 2010.
2.      Crawford JT, Tolosa JE. Abnormal third stage of labor. In: Berghella V. Obstetric evidence based guidelines. Series in Maternal Fetal Medicine. Informa healthcare, UK, 2007.
3.      Hofmeyr  GJ, Neilson JP, Alfirevic Z, Crowther CA, Gulmezoglu AM, Hodnett ED, Gyte GML, Duley L. A cochrane pocketbook. Pregnancy and childbirth. John Wiley and Son Ltd. The Cochrane Collaboration. 2008.
4.      Thorp JM, Jr. Clinical aspects of normal and abnormal labor. In: Creasy RK, Resnik R, Iams JD, Lockwood CJ, Moore TR. Creasy and Resnik’s maternal – fetal medicine. Principles and practice. 6th Ed. Saunders elsevier, 2009. p 691 – 717.
5.      Leduc D, senikas V, Lalonde AB. Activemanagement of the third stage of labour: prevention and treatment of postpartum hemorrhage. SOGC Clinical Practice Guideline. JOGC, Oktober 2009. p 980 – 93.

Jumat, 16 November 2012

KEHAMILAN POSTTERM


KEHAMILAN  POSTTERM

BATASAN
Kehamilan postterm adalah kehamilan yang berlangsung  lebih atau sama dengan 42 minggu, atau lebih dari 294 hari, atau lebih dari atau sama dengan 14 hari dari hari perkiraan  persalinan. Batasan postdate dipergunakan untuk kehamilan yang berlangsung lebih dari atau sama dengan 40 minggu, atau melebihi atau sama dengan 280 hari dari hari perkiraan persalinan. Akan tetapi batasan postdate merupakan batasan yang buruk dan sebaiknya tidak dipergunakan.

PATOFISIOLOGI
Kebanyakan penyebab kehamilan postterm adalah kesalahan dalam menentukan usia kehamilan, oleh karena kesalahan dalam mengingat kembali HPHT atau karena ovulasi yang mundur. Faktor risiko yang berkaitan dengan postterm adalah:
a)      HPHT yang salah
b)      Riwayat kehamilan post term
c)      Nuliparitas
d)     Siklus haid yang panjang, lebih dari 28 hari, tanpa konfirmasi USG pada awal kehamilan
e)      Defisiensi sulfatase plasenta
f)       Janin anencephalus (jika tidak disertai adanya hidramnion)
g)      Janin laki-laki

INSIDENSI
Kejadian kehamilan postterm sekitar 7%. Menurut Divon dan Feldman-Leidner (2008) kejadiannya berkisar antara 4 sampai 19%. Kejadian kehamilan postterm dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: tingkat pendidikan masyarakat, frekuensi persalinan preterm, frekuensi induksi persalinan, frekuensi bedah sesar elektif, pemakaian ultrasonografi untuk menentukan usia kehamilan, batasan kehamilan postterm itu sendiri (umur kehamilan 41 atau 42 minggu).

DIAGNOSIS BANDING
Kesalahan dalam menentukan usia kehamilan.


PENGELOLAAN
Konseling prekonsepsi dan Pencegahan
Oleh karena adanya kemungkinan berulangnya kehamilan postterm pada wanita dengan riwayat kehamilan postterm sebelumnya, segala usaha harus dilakukan untuk mencegah kejadian kehamilan postterm.
Ultrasonografi (USG) rutin. Pemeriksaan USG rutin pada kehamilan sebelum 20 minggu dapat mengurangi kejadian kehamilan postterm sekitar 32 – 39% dan menurunkan induksi persalinan dengan indikasi postterm.
Stripping of the membrane. Apabila dilakukan pada kehamilan setelah 41 minggu, dan dilakukan setiap 48 jam, dapat menurunkan risiko kehamilan postterm dari 41% menjadi 23%. Akan tetapi tindakan ini menyebabkan ketidaknyamanan penderita, dan kadang disertai adanya komplikasi perdarahan dan kontraksi yang irreguler, meskipun tidak berkaitan dengan terjadinya komplikasi postterm.
Breast and nipple stimulation. Perangsangan payudara dan puting susu yang dilakukan mulai kehamilan 39 minggu belum ada data penelitian yang cukup mendukung, akan tetapi nampaknya dapat menurunkan kejadian postterm sekitar 48%.

Intervensi antepartum
Secara umum dapat diterima bahwa diperlukan intervensi antepartum apabila telah ditetapkan diangnosis sebagai kehamilan postterm. Intervensi yang dilakukan dapat berupa induksi persalinan atau melakukan serangkaian test pemantauan janin antepartum. Sampai saat ini kapan waktu yang tepat untuk intervensi ataupun tipe intervensi itu sendiri masih belum ada kesepakatan pendapat.
a)      Antenatal fetal surveillance: postterm merupakan indikasi yang umum untuk dilakukan monitoring janin periode antenatal, meskipun manfaat tindakan ini belum diebaluasi dengan penelitian random prospektif. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah: NST dengan penilaian cairan amnion, biofisikal profile atau midifikasi BPP, oxytosin challenge test, atau kombinasi dari metode tersebut.
b)      Waktu persalinan: Janin lebih baik dilahirkan apabila risiko yang dihadapi janin lebih besar bila kehamilan tetap dilanjutkan dibanding risiko jika bayi dilahirkan. Faktor yang harus dipertimbangkan sebelumnya adalah:
1.      Hasil penilaian janin antepartum. Segera lahirkan janin apabila didapatkan bukti adanya gangguan kesejahteraan janin dan oligohidramnion. Oligohidramnion dapat disebabkan karena insufisiensi fetoplasental dan dapat menyebabkan terjadinya kompresi tali pusat, dengan akibat hipoksemia janin intermiten, keluarnya mekoneum, atau aspirasi mekoneum.
2.      Kematangan dari serviks uteri.
3.      Usia kehamilan. Kebanyakan ahli saat ini melakukan induksi persalinan pada usia kehamilan antara 41 – 42 minggu, dan kehamilan tidak akan dibiarkan berlangsung sampai 43 minggu.
4.      Pilihan ibu hamil, setelah mendiskusikan risiko, manfaat, dan alternatif pengelolaan ekspektatif dengan pemantauan antepartum dibanding dengan induksi persalinan.
5.      Ada tidaknya kontra indikasi untuk induksi persalinan. (Indikasi dan kontra indikasi persalinan dapat dilihat pada pembahasan induksi persalinan).

PENYULIT
Kehamilan postterm berkaitan dengan risiko mortalitas dan morbiditas bagi ibu dan janin.
1)      Risiko bagi JANIN:
a)      Mortalitas perinatal meningkat 2 kali lipat setelah usia kehamilan > 42 minggu dibanding kehamilan aterm, meningkat 4 kali lipat pada kehamilan 43 minggu, dan meningkat 5 – 7 kali lipat pada kehamilan 44 minggu.
b)      Insufisiensi fetoplasental.
c)      Asfiksia (dengan atau tanpa mekoneum).
d)     Infeksi intrauterine.
e)      Janin makrosomia (dengan EFW > 4500 gram), yang dapat menyebabkan prolonged  labor, disproporsi sefalopelvik, distosia bahu.
f)       Fetal dysmaturity/postmaturity syndrome.
2)      Risiko bagi IBU:
Meningkatnya kejadian distosia persalinan, perlukaan perineum yang berat, kejadian bedah sesar, endometritis, perdarahan, dan penyakit tromboembolik.

DAFTAR PUSTAKA
1.      Moeloek FA, Nuranna L, Wibowo N, Purbadi S. Standar pelayanan medik. Obstetri dan Ginekologi. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Jakarta, 2002.
2.      Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Postterm pregnancy. In: Williams Obstetric. 23rd Ed. McGrawHill Medical, New York, 2010.
3.      Berghella V. Post term pregnancy. In: Berghella V. Obstetric evidence based guidelines. Series in Maternal Fetal Medicine. Informa healthcare, UK, 2007.
4.      Norwitz ER. The management of postterm pregnancy. Departement of obstetrics, gynecology, dan reproductive science, Yale-New Haven Hospital, New Haven, CT 06520.

PRETERM BIRTH


PRETERM BIRTH

BATASAN
Persalinan preterm (PTB) adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan  antara 20 (0/7) minggu dan  usia kehamilan 36 (6/7) minggu.
a)      Very early PTB adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan antara 20 (0/7) minggu dan 23 (6/7) minggu.
b)      Early PTB adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan antara 24 (0/7) minggu dan 31 (6/7) minggu.
c)      Late PTB adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan antara 32 (0/7) minggu dan 36 (6/7) minggu.

PATOFISIOLOGI
Terdapat beberapa faktor patofisiologi yang mungkin dapat merangsang / menjadi penyebab terjadinya persalinan preterm, yaitu:
a)      Stress maternal / pelepasan “corticotropin releasing hormone (CRH)”.
b)      Overdistensi uterus (kehamilan kembar, polihidramnion), tidak adanya ‘prostaglandin dehydrogenase’.
c)      Perdarahan.
d)     Infeksi.

Infeksi nampaknya menjadi penyebab paling penting pada awal kehamilan, sedangkan overdistensi uterus dan stress maternal menjadi penyebab yang penting pada usia kehamilan lebih tua.

FAKTOR RISIKO PERSALINAN PRETERM
Meskipun patofisiologi persalinan preterm belum jelas diketahui, akan tetapi terdapat faktor risiko yang diketahui berperan dan penapisan yang cermat menjadi bagian yang penting dalam pemeriksaan persalinan preterm. Faktor tersebut dibagi dalam 3 golongan:

a)      Variabel sosiobiologik:
1)      Usia maternal (adlescence, usia maternal lanjut).
2)      Paritas.
3)      Ukuran maternal (ibu pendek, berat badan rendah).
4)      Status sosial ekonomi rendah.
5)      Ras.
6)      Merokok, ketergantungan obat.
7)      Stress karena faktor lingkungan.

b)     Riwayat obstetrik sebelumnya:
1)      Riwayat persalinan preterm.
2)      Riwayat abortus spontan.
3)      Riwayat abortus terapeutikus.
4)      Inkompetensia servikalis.
5)      Abnormalitas genital maternal.

c)      Komplikasi kehamilan saat ini:
1)      Persalinan preterm elektif (preeklampsia, eklampsia, isoimunisasi, plasenta previa, solusio plasentae).
2)      Kehamilan kembar.
3)      Perdarahan antepartum.
4)      Ketuban pecah dini pada kehamilan preterm.
5)      Infeksi maternal.
6)      Pembedahan abdominal.
7)      Trauma maternal.
8)      Polihidramnion.
9)      Kelainan janin.
10)  Jenis kelamin laki-laki.
11)  Tidak pernah / terlambat melakukan ANC.


DIAGNOSIS
a)      Usia kehamilan antara 20 minggu dan 36 minggu.
b)      Terdapat kontraksi uterus lebih dari atau sama dengan  4 kali kontraksi tiap 20 menit atau lebih atau sama dengan 8 kali kontraksi perjam.
c)      Terdapat perubahan pada serviks dengan ketuban utuh pada usia kehamilan 20 – 36 minggu.

PENGELOLAAN
Pada prinsipnya pengelolaan persalinan preterm adalah:
a)      Antenatal glukokortikoid
Tidak terdapat cukup bukti untuk pemakaian kortikosteroid untuk pematangan paru-paru janin pada kehamilan sebelum 23 minggu dan setelah usia kehamilan 33 (6/7) minggu. Kortikosteroid yang dipergunakan adalah:
1)      Betametason: Dosis yang diberikan adalah 12 mg IM setiap 24 jam, dan diberikan sampai 2 kali                 pemberian (dosis total 24 mg).
2)      Deksametason: Dosis yang diberikan adalah 6 mg IM setiap 6 jam, dan diberikan sampai 4 kali pemberian (dosis total 24 mg).

b)     Pemberian antibiotika
Pada pengelolaan persalinan preterm, manfaat pemberian antibiotika tetap tidak jelas. Studi meta-analisis gagal menunjukkan manfaat pemberian antibiotika profilaksis pada luaran neonatal, oleh karenanya tidak direkomendasikan pemakaiannya secara rutin dalam pengelolaan persalinan preterm dengan ketuban utuh dan tidak ada bukti adanya infeksi.

c)      Pemberian tokolitik
Pemberian tokolitik bertujuan untuk menunda terjadinya persalinan preterm seoptimal mungkin untuk dapat memberikan kesempatan janin tumbuh lebih besar dan lebih matur, atau setidaknya memberikan kesempatan kortikosteroid yang diberikan memberikan efek. Apabila terdapat indikasi pemberian tokolitik, “calsium channel blockers” lebih dipilih dibanding dengan tokolitik yang lain.
Kontraindikasi pemberian tokolitik adalah:
1) Maternal: korioamnionitis, perdarahan pervaginam yang banyak/solusio plasenta, preeklampsia, kontraindikasi medis untuk pemberian tokolitik tertentu, kondisi maternal lain yang tidak menganjurkan untuk kehamilan dilanjutkan.
2)      Fetal: Janin mati, kelainan janin mayor atau yang bersifat letal, kelainan kromosom janin, kondisi janin yang lain yang tidak menganjurkan untuk melanjutkan kehamilan, telah ditetapkan maturitas paru janin.

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.