Sabtu, 06 Oktober 2012


PERDARAHAN ANTEPARTUM



BATASAN

Adalah perdarahan pervaginam yang terjadi setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu. Setiap wanita hamil, yang mengalami perdarahan pervaginam pada separo akhir kehamilan, harus selalu dicurigai sebagai plasenta previa atau solusio plasentae, sampai dibuktikan bukan.


KLASIFIKASI

Secara umum, berdasarkan penyebab perdarahannya, dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu:
  1. Plasenter, digolongkan menjadi:
    1. Plasenta previa.
    2. Solusio Plasentae.
    3. Vasa Previa.
  2. Non Plasennter, digolongkan menjadi:
    1. Akibat kelainan / patologi jalan lahir: polip serviks, karsinoma serviks, dll.
    2. Akibat Trauma / Laserasi jalan lahir.



PLASENTA PREVIA

BATASAN

Adalah plasenta yang insersinya (implantasinya) tidak normal (pada segmen bawah rahim) sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Kejadiannya sekitar 0,4% – 0,6% dari seluruh persalinan. Semua jenis plasenta previa mempunyai potensi untuk menyebabkan perdarahan yang cukup serius bagi ibu hamil. Perdarahan pada plasenta previa biasanya tidak disertai rasa nyeri.

KLASIFIKASI

Klasifikasi plasenta previa berdasarkan klasifikasi fisiologis, bukan klasifikasi anatomis, sehingga tingkat / derajat penutupan plasenta terhadap ostium uteri internum dapat berubah setiap saat dengan semakin lanjutnya usia kehamilan,  terjadinya pendataran dan pembukaan serviks. Misalnya: plasenta previa totalis  asimetrik pada kehamilan 20 minggu mungkin dapat menjadi plasenta previa marginalis pada kehamilan trimester tiga. Berdasarkan tingkat / derajat penutupan plasenta terhadap ostium uteri internum, dengan menggunakan transvaginal ultrasonografi, plasenta previa digolongkan menjadi:
  1. Plasenta previa totalis, jika insersi plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum. Batasan plasenta previa partial sebaiknya tidak dipergunakan lagi. Plasenta previa totalis dapat menutupi oui secara simetris atau asimetris.
  2. Plasenta Previa Marginalis, jila insersi tepi plasenta sampai di tepi pembukaan serviks / tepi ostium uteri internum, dengan jarak sekitar 0,1 – 2,0 dari tepi ostium uteri internum tetapi tidak menutupi ostium uteri internum.
  3. Plasenta letak rendah, jika insersi tepi plasenta berada sekitar 2,1 – 3,5 cm dari tepi ostium uteri internum.


ETIOLOGI/PATOFISIOLOGI

Penyebab terjadinya plasenta previa tidak diketahui. Kerusakan endometrium pada kehamilan sebelumnya dan vaskularisasi desidua yang tidak sempurna dianggap sebagai factor penyebabnya. Penyebab perdarahan spontan pada plasenta previa adalah terlepasnya sebagian plasenta dari insersinya pada saat segmen bawah rahim terbentuk. Perdarahan akan menjadi tambah banyak oleh karena ketidak mampuan segmen bawah rahim untuk menjepit pembuluh darah yang terbuka setelah plasenta terlepas.

DIAGNOSIS

1.      Perdarahan pervaginam yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak disertai rasa nyeri. Biasanya perdarahan terjadi pada trimester dua dan tiga.
2.      Bagian terbawah janin biasanya tidak masuk panggul, dan sering ditemukan malpresentasi.
3.      Pemeriksaan dengan ultrasonografi memberikan ketepatan lebih dari 95% dalam mendiagnosis plasenta previa. Dengan transabdominal USG lebih baik dilakukan dengan kandung kencing terisi penuh.
4.      Pemeriksaan dalam vagina di Kamar Operasi (PDKO) merupakan diagnosis definitive untuk plasenta previa. Saat ini PDKO jarang dilakukan, tidak perlu lagi dilakukan, oleh karena lokasi insersi plasenta dapat diketahui dengan pemeriksaan ultrasonografi.
5.      Pemeriksaan dalam vagina (VT) tidak boleh dilakukan, kecuali dilakukan di kamar operasi dengan persiapan operasi (PDKO) oleh karena akan menyebabkan perdarahan bertambah banyak.


DIAGNOSIS BANDING

--

PENATALAKSANAAN

Pengelolaan penderita dengan plasenta previa tergantung kepada usia kehamilan dan banyak sedikitnya perdarahan. Pemeriksaan dengan seksama terhadap stabilitas hemodinamik ibu, kondisi janin dan kontraksi uterus harus dilakukan untuk menentukan tindakan lebih lanjut.


1.      Jika penderita tidak stabil :

Dua hal utama yang dilakukan pada penderita dengan perdarahan aktif dan kondisi  hemodinamik tidak stabil adalah mengganti cairan tubuh yang hilang dan segera terminasi kehamilan.
a.       Resusitasi cairan dengan NaCl atau Ringer Lactate dengan jarum besar (nomor 16 atau 18), jika perlu pasang dua jalur dengan transfuse set.
b.      Lakukan pemeriksaan darah lengkap, lakukan cross match dan siapkan darah (sesuaikan dengan kebutuhan).
c.       Monitor ketat kondisi janin.
d.      Berikan oksigen apabila penderita mengalami hipoksia.
e.       Terminasi kehamilan tanpa memandang maturitas paru janin.

2.      Jika penderita stabil :

Tetap lakukan pengawasan ketat terhadap stabilitas hemodinamik ibu. Perawatan ekspektatif terutama ditujukan untuk merangsang pematangan paru janin, sehingga janin tidak terlahir premature.
1.      Berikan cairan maintenance dengan NaCl atau Ringer Lactate dengan transfusi set dan jarum besar (nomor 16 atau 18).
2.      Lakukan pemeriksaan darah lengakap. Jika kadar hemoglobine kurang dari 10 gram% berikan transfusi darah (Whole blood).
3.      Berikan kortikosteroid : deksametason IM 5 mg setiap 6 jam (4x) atau betametason IM 12 mg setiap 12 jam (2x) untuk merangsang pematangan paru janin.
4.      Dapat diberikan tokolitik jika timbul kontraksi. Obat terpilih adalah MgSO4 : 4 gram sebagai dosis awal, dilanjutkan 4 gram setiap 6 jam. Akan tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup untuk menilai efektifitas tokolitik dalam pengelolaan plasenta previa.
5.      Terminasi kehamilan: usia kehamilan paling baik untuk melakukan terminasi kehamilan pada penderita plasenta preia tidak diketahui, kebanyakan ahli menganjurkan pada usia kehamilan 36 – 38 minggu, jika perlu sebelumnya lakukan test kematangan paru janin. Cara persalinan tergantung derajat penutupan plasenta.


KOMPLIKASI

a.       Terjadi syok akibat perdarahan banyak.
b.      Komplikasi akibat persalinan bedah Caesar.
c.       Komplikasi akibat transfuse darah.
d.      Komplikasi yang berkaitan dengan plasenta previa: plasenta akreta, inkreta dan prekreta yang dapat menyebabkan kehilangan banyak darah dan risiko dilakukannya histerektomi jika perdarahan tidak dapat diatasi.



KONSULTASI DENGAN BAGIAN LAIN

1.      Bagian Anestesiologi untuk kemungkinan pembedahan.
2.      Bagian lain sesuai indikasi / kelainan yang ada.




SOLUSIO PLASENTAE

BATASAN

Adalah lepasnya plasenta yang insersinya normal, baik sebagian maupun seluruhnya  sebelum janin dilahirkan. Keadaan ini dapat terjadi setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum kala III persalinan. Kejadiannya sekitar 1:100 persalinan.

KLASIFIKASI

Secara klinis berat ringannya solusio plasenta dikelompokkan menjadi:
1.      Derajat I, RINGAN (40% kasus) : Biasanya perdarahan pervaginam ringan atau tidak ada (kurang dari 100 ml), tonus uterus sedikit meningkat, DJJ biasanya normal, tidak ada tanda-tanda syok atau koagulopati.
2.      Derajat II, SEDANG ( 45% kasus) : perdarahan pervaginam bisa tidak ada atau sedang (100 – 500 ml), tonus uterus meningkat, DJJ dapat distress atau negative, ditemukan tanda-tanda syok, ditemukan tanda-tanda awal koagulopati.
3.      Derajat III, BERAT (15% kasus) : perdarahan pervaginam bisa sedang atau sangat banyak (lebih dari 500 cc) atau mungkin tersembunyi, uterus nyeri pada perabaan dan tetani, biasanya janin mati, sering ibu dalam keadaan syok dan terjadi gangguan koagulopati.


ETIOLOGI

Penyebab pasti terjadinya solusio plasenta tidak diketahui, tetapi pembuluh darah plasenta yang tidak sempurna dianggap sebagai faktor yang berperan. Biasanya disertai faktor risiko yang mempermudah terjadinya solusio plasentae.


FAKTOR RISIKO

Sekitar 50% kasus solusio plasentae tidak ditemukan adanya faktor risiko. Yang menjadi faktor risiko adalah:
a)      Riwayat solusio plasenta.
b)      Hipertensi kronik.
c)      Preeklampsia berat.
d)     Merokok.
e)      Cocain.
f)       Korioamnionitis.
g)      Peningkatan MS-AFP yang tidak diketahui sebabnya.
h)      Ketuban pecah dini pada kehamilan preterm.
i)        Ibu hamil usia tua.
j)        Polihidramnion.
k)      Kehamilan kembar.
l)        Trauma.

DIAGNOSIS

1.      Sebagian besar kasus disertai perdarahan pervaginam (80%) dan sekitar 20% kasus perdarahan tersembunyi.
2.      Nyeri perut yang biasanya muncul tiba-tiba, menetap, biasanya terlokalisir pada uterus atau pinggang.
3.      Tonus uterus biasanya meningkat, uterus bertambah besar jika terjadi perdarahan tersembunyi.
4.      Terjadinya syok bervariasi, tergantung jumlah perdarahan yang terjadi.
5.      Sering disertai gangguan kesejahteraan janin dengan derajat bervariasi.
6.      Sering disertai gangguan koagulopati.
7.      Pemeriksaan ultrasonografi dapat membantu menentukan diagnosis, meskipun sensitivitas dalam mendeteksi solusio plasenta hanya sekitar 15%.

DIAGNOSIS BANDING

---

PENATALAKSANAAN

Pengelolaan penderita dengan solusio plasenta sangat tergantung usia kehamilan, konsisi ibu dan kondisi janin.

Solusio Plasentae Ringan:

1.      Pada kondisi hemodinamik ibu stabil dan kondisi janin baik dengan janin belum mature, dapat dilakukan pengelolaan konservatif dengan pengawasan ketat. Setiap saat harus dapat dilakukan persalinan segera apabila kondisi ibu dan janin memburuk.
2.      Lakukan pemeriksaan darah lengkap, factor pembekuan dan golongan darah. Apabila ditemukan kelainan lakukan perbaikan sesuai kelainan yang ada.
3.      Jika diperlukan tokolitik, meskipun masih kontroversial dan kadang tidak efektif, dapat diberikan dengan sangat hati-hati dengan pertimbangan janin premature untuk pematangan paru-paru janin. Obat terpilih adalah magnesium sulfate.
4.      Persalinan dilakukan dengan Bedah Caesar apabila:
a)      Janin hidup dan pembukaan belum lengkap.
b)      Janin hidup, gawat janin tetapi persalinan pervaginam tidak dapat dilaksanakan dengan segera.
c)      Janin mati tetapi kondisi serviks tidak memungkinkan persalinan pervaginam dapat berlangsung dalam waktu singkat.

Solusio Plasentae Sedang dan Berat:

1.      Atasi kegawat-daruratan yang terjadi untuk mencegah timbulnya atau meminimalkan komplikasi jangka panjang.
2.      Lakukan pemeriksaan darah lengkap, factor pembekuan dan golongan darah. Apabila ditemukan kelainan lakukan perbaikan sesuai kelainan yang ada.
3.      Sebagai panduan untuk pemberian transfusi pergunakan “rule of 30’s” :
a)      Penderita dapat kehilangan darah sampai 30% volume darahnya tanpa menunjukkan perubahan tanda-tanda vital.
b)      Pertahankan jumlah output urine tetap lebih dari 30 cc / jam.
c)      Pertahankan kadar Hematokrit lebih dari 30%.

KOMPLIKASI

1)      Komplikasi Maternal:
  1. Syok hemoragik.
  2. Koagulopati konsumtif.
  3. Uterus Couvelaire.
  4. Nekrosis iskemik organ-organ, misalny: ginjal, hati, hipofise, dll.
2)      Komplikasi Perinatal:
a)      Kematian perinatal (berkisar 4 – 12/1000).
b)      Prematuritas.
c)      Janin hipoksia.
d)     Restriksi pertumbuhan janin.

KONSULTASI DENGAN BAGIAN LAIN

1.      Bagian Anestesiologi, untuk kemungkinan pembedahan.
2.      Bagian lain, sesuai dengan kelainan / patologi yang ditemukan.





DAFTAR PUSTAKA

1.    Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetric hemorrhage. In: Williams Obstetric. 23rd Ed. McGrawHill Medical, New York, 2010.
2.    Saifuddin AB. Buku acuan nasional: Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Ed.1. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta,2001.
3.    Anonim. Alarm International: A program to reduce maternalmortality and morbidity. Jakarta, 2003.
4.    Leveno K.J; Cunningham F.G; Alexander J.M; et al. Williams Manual of obstetrics pregnancy complications. 22nd Ed. Placenta previa. McGraw Hill, 2007.
5.    Evans A.T. Manual of obstetrics. 7th Ed. Third trimester bleeding. Lippincott Williams & Wilkins. 2007.
6.    Berghella V. Placenta previa, placenta accreta, and vasa previa. In: Berghella V. Obstetric evidence based guidelines. Series in Maternal Fetal Medicine. Informa healthcare, UK, 2007.



0 komentar:

Posting Komentar

Beri komentar bijak Anda kepada kami...!!!

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.