PERDARAHAN ANTEPARTUM
BATASAN
Adalah
perdarahan pervaginam yang terjadi setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu.
Setiap wanita hamil, yang mengalami perdarahan pervaginam pada separo akhir
kehamilan, harus selalu dicurigai sebagai plasenta previa atau solusio
plasentae, sampai dibuktikan bukan.
KLASIFIKASI
Secara umum,
berdasarkan penyebab perdarahannya, dapat dibagi menjadi dua kelompok besar,
yaitu:
- Plasenter, digolongkan menjadi:
- Plasenta previa.
- Solusio Plasentae.
- Vasa Previa.
- Non Plasennter, digolongkan menjadi:
- Akibat kelainan / patologi jalan lahir: polip serviks, karsinoma serviks, dll.
- Akibat Trauma / Laserasi jalan lahir.
PLASENTA PREVIA
BATASAN
Adalah plasenta
yang insersinya (implantasinya) tidak normal (pada segmen bawah rahim) sehingga
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Kejadiannya sekitar 0,4%
– 0,6% dari seluruh persalinan. Semua jenis plasenta previa mempunyai potensi
untuk menyebabkan perdarahan yang cukup serius bagi ibu hamil. Perdarahan pada
plasenta previa biasanya tidak disertai rasa nyeri.
KLASIFIKASI
Klasifikasi
plasenta previa berdasarkan klasifikasi fisiologis, bukan klasifikasi anatomis,
sehingga tingkat / derajat penutupan plasenta terhadap ostium uteri internum
dapat berubah setiap saat dengan semakin lanjutnya usia kehamilan, terjadinya pendataran dan pembukaan serviks. Misalnya: plasenta previa totalis asimetrik pada kehamilan 20 minggu mungkin
dapat menjadi plasenta previa marginalis pada kehamilan trimester tiga. Berdasarkan tingkat / derajat penutupan plasenta terhadap ostium
uteri internum, dengan menggunakan
transvaginal ultrasonografi, plasenta previa
digolongkan menjadi:
- Plasenta previa totalis, jika insersi plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum. Batasan plasenta previa partial sebaiknya tidak dipergunakan lagi. Plasenta previa totalis dapat menutupi oui secara simetris atau asimetris.
- Plasenta Previa Marginalis, jila insersi tepi plasenta sampai di tepi pembukaan serviks / tepi ostium uteri internum, dengan jarak sekitar 0,1 – 2,0 dari tepi ostium uteri internum tetapi tidak menutupi ostium uteri internum.
- Plasenta letak rendah, jika insersi tepi plasenta berada sekitar 2,1 – 3,5 cm dari tepi ostium uteri internum.
ETIOLOGI/PATOFISIOLOGI
Penyebab
terjadinya plasenta previa tidak diketahui. Kerusakan endometrium pada
kehamilan sebelumnya dan vaskularisasi desidua yang tidak sempurna dianggap
sebagai factor penyebabnya. Penyebab perdarahan spontan pada plasenta previa
adalah terlepasnya sebagian plasenta dari insersinya pada saat segmen bawah
rahim terbentuk. Perdarahan akan menjadi tambah banyak oleh karena ketidak
mampuan segmen bawah rahim untuk menjepit pembuluh darah yang terbuka setelah
plasenta terlepas.
DIAGNOSIS
1.
Perdarahan pervaginam yang
terjadi secara tiba-tiba dan tidak disertai rasa nyeri. Biasanya perdarahan
terjadi pada trimester dua dan tiga.
2.
Bagian terbawah janin biasanya
tidak masuk panggul, dan sering ditemukan malpresentasi.
3.
Pemeriksaan dengan
ultrasonografi memberikan ketepatan lebih dari 95% dalam mendiagnosis plasenta
previa. Dengan transabdominal USG lebih baik dilakukan dengan kandung kencing
terisi penuh.
4.
Pemeriksaan dalam vagina di
Kamar Operasi (PDKO) merupakan diagnosis definitive untuk plasenta previa. Saat
ini PDKO jarang dilakukan, tidak
perlu lagi dilakukan, oleh karena lokasi insersi
plasenta dapat diketahui dengan pemeriksaan ultrasonografi.
5.
Pemeriksaan dalam vagina (VT)
tidak boleh dilakukan, kecuali dilakukan di kamar operasi dengan persiapan
operasi (PDKO) oleh karena akan menyebabkan perdarahan bertambah banyak.
DIAGNOSIS BANDING
--
PENATALAKSANAAN
Pengelolaan
penderita dengan plasenta previa tergantung kepada usia kehamilan dan banyak
sedikitnya perdarahan. Pemeriksaan dengan seksama terhadap stabilitas
hemodinamik ibu, kondisi janin dan kontraksi uterus harus dilakukan untuk
menentukan tindakan lebih lanjut.
1.
Jika penderita tidak stabil :
Dua hal utama
yang dilakukan pada penderita dengan perdarahan aktif dan kondisi hemodinamik tidak stabil adalah mengganti
cairan tubuh yang hilang dan segera terminasi kehamilan.
a.
Resusitasi cairan dengan NaCl atau Ringer Lactate dengan jarum besar (nomor 16 atau 18), jika perlu
pasang dua jalur dengan transfuse set.
b.
Lakukan pemeriksaan darah
lengkap, lakukan cross match dan
siapkan darah (sesuaikan dengan kebutuhan).
c.
Monitor ketat kondisi janin.
d.
Berikan oksigen apabila
penderita mengalami hipoksia.
e.
Terminasi kehamilan tanpa memandang
maturitas paru janin.
2.
Jika penderita stabil :
Tetap lakukan
pengawasan ketat terhadap stabilitas hemodinamik ibu. Perawatan ekspektatif
terutama ditujukan untuk merangsang pematangan paru janin, sehingga janin tidak
terlahir premature.
1.
Berikan cairan maintenance dengan NaCl atau Ringer Lactate
dengan transfusi set dan jarum besar (nomor 16 atau 18).
2.
Lakukan pemeriksaan darah
lengakap. Jika kadar hemoglobine kurang dari 10 gram% berikan transfusi darah
(Whole blood).
3.
Berikan kortikosteroid : deksametason
IM 5 mg setiap 6 jam (4x) atau betametason IM 12 mg setiap 12 jam (2x) untuk
merangsang pematangan paru janin.
4.
Dapat diberikan tokolitik jika
timbul kontraksi. Obat terpilih adalah MgSO4 : 4 gram sebagai dosis awal,
dilanjutkan 4 gram setiap 6 jam. Akan
tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup untuk menilai efektifitas
tokolitik dalam pengelolaan plasenta previa.
5.
Terminasi
kehamilan: usia kehamilan paling baik untuk melakukan terminasi kehamilan pada
penderita plasenta preia tidak diketahui, kebanyakan ahli menganjurkan pada
usia kehamilan 36 – 38 minggu, jika perlu sebelumnya lakukan test kematangan
paru janin. Cara persalinan tergantung derajat penutupan plasenta.
KOMPLIKASI
a.
Terjadi syok akibat perdarahan
banyak.
b.
Komplikasi akibat persalinan
bedah Caesar.
c.
Komplikasi akibat transfuse
darah.
d.
Komplikasi yang berkaitan
dengan plasenta previa: plasenta akreta, inkreta dan prekreta yang dapat
menyebabkan kehilangan banyak darah dan risiko dilakukannya histerektomi jika
perdarahan tidak dapat diatasi.
KONSULTASI DENGAN BAGIAN LAIN
1.
Bagian Anestesiologi untuk
kemungkinan pembedahan.
2.
Bagian lain sesuai indikasi /
kelainan yang ada.
SOLUSIO PLASENTAE
BATASAN
Adalah lepasnya
plasenta yang insersinya normal, baik sebagian maupun seluruhnya sebelum janin dilahirkan. Keadaan ini dapat
terjadi setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum kala III
persalinan. Kejadiannya sekitar 1:100 persalinan.
KLASIFIKASI
Secara klinis
berat ringannya solusio plasenta dikelompokkan menjadi:
1.
Derajat I, RINGAN (40% kasus) : Biasanya
perdarahan pervaginam ringan atau tidak ada (kurang dari 100 ml), tonus uterus
sedikit meningkat, DJJ biasanya normal, tidak ada tanda-tanda syok atau
koagulopati.
2.
Derajat II, SEDANG ( 45% kasus) : perdarahan
pervaginam bisa tidak ada atau sedang (100 – 500 ml), tonus uterus meningkat,
DJJ dapat distress atau negative, ditemukan tanda-tanda syok, ditemukan
tanda-tanda awal koagulopati.
3.
Derajat III, BERAT (15% kasus) :
perdarahan pervaginam bisa sedang atau sangat banyak (lebih dari 500 cc) atau
mungkin tersembunyi, uterus nyeri pada perabaan dan tetani, biasanya janin
mati, sering ibu dalam keadaan syok dan terjadi gangguan koagulopati.
ETIOLOGI
Penyebab pasti
terjadinya solusio plasenta tidak diketahui, tetapi pembuluh darah plasenta
yang tidak sempurna dianggap sebagai faktor yang berperan. Biasanya disertai faktor risiko yang
mempermudah terjadinya solusio plasentae.
FAKTOR RISIKO
Sekitar 50% kasus solusio plasentae tidak ditemukan adanya faktor risiko.
Yang menjadi faktor risiko adalah:
a)
Riwayat
solusio plasenta.
b)
Hipertensi
kronik.
c)
Preeklampsia
berat.
d)
Merokok.
e)
Cocain.
f)
Korioamnionitis.
g)
Peningkatan
MS-AFP yang tidak diketahui sebabnya.
h)
Ketuban pecah
dini pada kehamilan preterm.
i)
Ibu hamil
usia tua.
j)
Polihidramnion.
k)
Kehamilan
kembar.
l)
Trauma.
DIAGNOSIS
1.
Sebagian besar kasus disertai
perdarahan pervaginam (80%) dan sekitar 20% kasus perdarahan tersembunyi.
2.
Nyeri perut yang biasanya
muncul tiba-tiba, menetap, biasanya terlokalisir pada uterus atau pinggang.
3.
Tonus uterus biasanya
meningkat, uterus bertambah besar jika terjadi perdarahan tersembunyi.
4.
Terjadinya syok bervariasi,
tergantung jumlah perdarahan yang terjadi.
5.
Sering disertai gangguan
kesejahteraan janin dengan derajat bervariasi.
6.
Sering disertai gangguan
koagulopati.
7.
Pemeriksaan ultrasonografi
dapat membantu menentukan diagnosis, meskipun sensitivitas dalam mendeteksi
solusio plasenta hanya sekitar 15%.
DIAGNOSIS BANDING
---
PENATALAKSANAAN
Pengelolaan
penderita dengan solusio plasenta sangat tergantung usia kehamilan, konsisi ibu
dan kondisi janin.
Solusio Plasentae Ringan:
1.
Pada kondisi hemodinamik ibu
stabil dan kondisi janin baik dengan janin belum mature, dapat dilakukan
pengelolaan konservatif dengan pengawasan ketat. Setiap saat harus dapat
dilakukan persalinan segera apabila kondisi ibu dan janin memburuk.
2.
Lakukan pemeriksaan darah
lengkap, factor pembekuan dan golongan darah. Apabila ditemukan kelainan
lakukan perbaikan sesuai kelainan yang ada.
3.
Jika diperlukan tokolitik,
meskipun masih kontroversial dan kadang tidak efektif, dapat diberikan dengan
sangat hati-hati dengan pertimbangan janin premature untuk pematangan paru-paru
janin. Obat terpilih adalah magnesium sulfate.
4.
Persalinan dilakukan dengan
Bedah Caesar apabila:
a)
Janin hidup dan pembukaan belum
lengkap.
b)
Janin hidup, gawat janin tetapi
persalinan pervaginam tidak dapat dilaksanakan dengan segera.
c)
Janin mati tetapi kondisi
serviks tidak memungkinkan persalinan pervaginam dapat berlangsung dalam waktu
singkat.
Solusio Plasentae Sedang dan Berat:
1.
Atasi kegawat-daruratan yang
terjadi untuk mencegah timbulnya atau meminimalkan komplikasi jangka panjang.
2.
Lakukan pemeriksaan darah
lengkap, factor pembekuan dan golongan darah. Apabila ditemukan kelainan
lakukan perbaikan sesuai kelainan yang ada.
3.
Sebagai panduan untuk pemberian
transfusi pergunakan “rule of 30’s”
:
a)
Penderita dapat kehilangan
darah sampai 30% volume darahnya tanpa menunjukkan perubahan tanda-tanda vital.
b)
Pertahankan jumlah output urine
tetap lebih dari 30 cc / jam.
c)
Pertahankan kadar Hematokrit
lebih dari 30%.
KOMPLIKASI
1)
Komplikasi Maternal:
- Syok hemoragik.
- Koagulopati konsumtif.
- Uterus Couvelaire.
- Nekrosis iskemik organ-organ, misalny: ginjal, hati, hipofise, dll.
2)
Komplikasi Perinatal:
a)
Kematian
perinatal (berkisar 4 – 12/1000).
b)
Prematuritas.
c)
Janin
hipoksia.
d)
Restriksi
pertumbuhan janin.
KONSULTASI DENGAN BAGIAN LAIN
1.
Bagian Anestesiologi, untuk
kemungkinan pembedahan.
2.
Bagian lain, sesuai dengan
kelainan / patologi yang ditemukan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom
SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetric
hemorrhage. In: Williams Obstetric. 23rd Ed. McGrawHill
Medical, New York, 2010.
2.
Saifuddin AB. Buku acuan
nasional: Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Ed.1. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta,2001.
3.
Anonim. Alarm International: A
program to reduce maternalmortality and morbidity. Jakarta, 2003.
4.
Leveno K.J; Cunningham F.G;
Alexander J.M; et al. Williams Manual of obstetrics pregnancy complications. 22nd
Ed. Placenta previa. McGraw Hill, 2007.
5.
Evans A.T. Manual of
obstetrics. 7th Ed. Third trimester bleeding. Lippincott Williams
& Wilkins. 2007.
6.
Berghella V.
Placenta previa, placenta accreta, and vasa previa. In: Berghella V. Obstetric evidence based guidelines. Series in Maternal Fetal
Medicine. Informa healthcare, UK, 2007.
0 komentar:
Posting Komentar
Beri komentar bijak Anda kepada kami...!!!